Thursday, March 21, 2013

Takes My Flavor Out


Pernah baca quote berbunyi seperti ini, “Nothing takes the flavor out of peanut butter quite like unrequited love? Saya pernah. Dan waktu itu saya tak bisa menangkap apa maksudnya. Apa hubungan cinta tak berbalas dengan selai kacang?! I’m not get the point.

Sampai-sampai pada suatu titik dimana saya mengalaminya. Sebenarnya itu bukan cinta yang tak berbalas. Berbalas sih iya, tapi ada suatu realita yang menghantam saya. It won’t take us anywhere. Pada suatu titik ketika saya tau bahwa semua apa yang dia katakan adalah palsu. Ketika sikap manisnya hanya sebuah kepura-puraan yang tak bisa saya deskripsikan apa tujuannya. Dan di titik itulah segalanya terasa hambar. Bukan hanya lidah tak mau merasa, tapi memang tak terdeteksi indera lagi. Takes all my flavor out. 

Even the sweetest chocolate expires, right?


Jika kalian bilang saya sakit hati, saya bilang ini bukan sakit hati. Tapi lebih cenderung ke fase lelah. Lelah untuk merasakan. Lelah juga untuk mencerna. Lelah untuk bertanya, mana yang benar, mana yang salah. 

Dan pada titik itulah saya harus “membenturkan kepala”. Mengecamkan satu hal penting ke dalam otak saya. Berulang-ulang. Sampai akhirnya hati saya pun sepaham dengan otak.
“Jangan meyakinkan diri dia menyukaimu hanya karena dia bersikap manis. Kadang kamu hanya sebuah pilihan ketika dia merasa bosan.”

Dan memang saya hanya sebuah pilihan ketika-dia-merasa-bosan. Ya, saya tau itu. :(
Tapi kadang, hati saya membangkang. Seperti sekarang ini. Di-waktu-yang-menunjukkan-sudah-lewat-tengah-malam-ini. Lagi-lagi dengan bodohnya, saya merindukan dia. Masih merindukan dia meskipun dengan sangat jelas saya mengerti bahwa saya hanyalah sekedar obat pengusir kebosanan. Bodoh bukan? (Shit! *toyor kepala sendiri)

No comments:

Post a Comment