Friday, October 5, 2012

Sempu: The one that make me curious (Part 1)


Pulau Sempu, pulau yang sejak tahun 2010 membuat saya penasaran total. Hohoho, maaf jika bahasa saya mulai lebay, tapi itu juga yang mungkin kalian rasakan ketika sudah membuat rencana perjalanan, melakukannya daaaannnn…gagal sempurna.  Eaaa… :x

Ceritanya berawal pada Mei 2010, saya dan beberapa teman memutuskan untuk refreshing. Diburu waktu dan ditekan oleh hasrat ingin berlibur, maka kami sebagai warga Surabaya yang tidak kreatif (Hmmm, saya mengakui kalau pada waktu itu saya masih cupu, memang tidak kreatif,  dan belum mengerti banyaknya tempat indah di Indonesia yang menunggu untuk saya santroni. Xixixi… :p ), kemana lagi liburannya kalau bukan akhirnya ‘nyantol’ di Tretes, Batu, dan sekitarnya. Yap, akhirnya kami memutuskan berlibur di daerah Malang. 

Sabtu sore berangkat, kami langsung cap-cus ke BNS (Batu Night Spectacular), nongkrong di Payung, dan menginap di kota Malang. Kalau ingat moment itu, saya jadi ingin mengucapkan special thank’s buat Ko Beta dan Oma, yang mau merelakan rumahnya diobrak-abrik oleh segerombolan pemuda-pemudi tak dikenal ini. Plus merelakan sebagian besar propertynya menjadi bahan objek foto kami (Hahaha, jadi ingat nasib taman dan gerumbul bunga mawar si Oma. Tidaaakkk… *menutup mata histeris ala emoticon YM).
Keesokan paginya, kami langsung meluncur ke Pulau Sempu. Where? Pulau Sempu? Memang ada pulau ya di daerah Malang? Malang yang terkenal karena dataran tinggi dan tempatnya dingin itu kan? Mana bisa ada pulau di sana???

Hahaha, saya beri satu rahasia. Saya dulu juga berpikir demikian… Dan kalau dipikir-pikir sekarang, jujur saya malu. Malu akan kebodohan dan ketidak-tahuan saya terhadap tanah air sendiri. :x

Buat yang tidak tahu, sekilas akan saya kenalkan tentang pulau satu ini. Pulau Sempu, adalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Saat ini Sempu merupakan kawasan cagar alam yang dilindungi oleh pemerintah. Secara geografis, Pulau Sempu terletak di antara 112° 40 45 - 112° 42 45 bujur timur dan 8° 27 24 - 8° 24 54 lintang selatan (buat GPS user, catettt… :p ). Pulau ini memiliki luas sekitar 877 hektar, berbatasan dengan Selat Sempu (Sendang Biru) dan dikepung Samudera Hindia di sisi selatan, Timur dan Barat.

Menjelang pukul 11 siang, kami sampai di Sendang Biru yang merupakan tempat tujuan akhir sebelum kita menyeberang ke Pulau Sempu. Setelah memarkirkan mobil sewaan, kami langsung mengurus perijinan untuk menuju Pulau Sempu. Hahaha, bapak-bapak yang ada di pos perijinan pada ‘mendelik’ (baca: melotot) melihat kami. Bagaimana tidak lha wong yang meminta ijin adalah nonik-nonik dan sinyo-sinyo (baca: sebutan untuk anak perempuan dan laki-laki ~ Indo-Chinese Version :-p ) bersandal jepit dan sebagian besar bercelana pendek ala Korean style (Jangan tertawa, saya juga pernah muda dan mengalami fase itu… :D ). Dengan tampang tak yakin, bapak-bapak itupun akhirnya melepaskan ijin masuk Pulau Sempu kepada kami, tentu saja setelah kami merogoh kocek dan memberi sumbangan ke kas Negara (atau kas sendiri ya? :-p ). 

Kami pun menyiapkan diri melakukan perjalanan yang menurut salah satu website yang kami baca bisa ditempuh dalam jangka waktu satu setengah jam. Menyiapkan diri di sini yang saya maksud adalah menyiapkan kantong-kantong makanan kecil kami (kami merencanakan piknik di danau tengah pulau), mengoleskan sunblock di sekujur tubuh, membawa berbotol-botol air mineral ukuran besar karena menurut apa yang kami baca, “Di Pulau Sempu tidak terdapat air tawar”, dan masih banyak lagi persiapan heboh lainnya.

Kami menyewa guide, seorang ibu paruh baya yang tidak mengenakan alas kaki sama sekali. “Supaya ga lunyu, nak. Maeng bengi ujan deres soale.”, ujar ibu tersebut kepada kami. Kami mah cuek aja karena tidak membayangkan seberapa parah medan yang akan kami lalui. Dan ketika kami sampai dia Tanjung Semut, kami benar-benar langsung i-waow banget. Semua pada sahut-sahutan mengatakan, “Ih…waowww… Koq lumpur semua gini ya…” Itulah surprise pertama perjalanan kami… :D

Surprise kedua langsung menanti kami begitu perjalanan sepuluh langkah masuk ke dalam hutan. Bukan hanya lumpur identik dengan kotor, tapi lumpur identik dengan licin, sangat licin. Belum lagi kadang-kadang sandal jepit saya berunjuk rasa, sekali masuk lumpur langsung nyangkut dan tidak mau ditarik keluar. Haisss…. TT_TT

Lima belas menit perjalanan, cece-cece (baca: sebutan untuk kakak perempuan ~ Indo-Chinese Version) dalam rombongan saya berteriak-teriak minta ampun. Mereka bolak-balik jatuh gara-gara jebakan lumpur. Celana dan paha yang awalnya mulus pun sudah mulai tidak karuan warnanya.  :-p Bendera putih pun dikibarkan dengan sisa tenaga, hehehe…

Nah ini juga yang membuat saya tersenyum tiap kali mengingat peristiwa itu. Saat masuk hutan, kami berpapasan dengan orang-orang yang melakukan perjalanan balik dari Segara Anakan (nama danau yang rencananya akan kami kunjungi). Kebanyakan dari mereka adalah kelompok pencinta alam (terdeteksi dari barang bawaan dan penampilan mereka. *berlagak sok tau), dan entah kenapa reaksi yang mereka berikan ketika melihat saya selalu sama. Pertama: Melihat kacamata hitam saya. Kedua: Agak turun ke bawah melihat kedua tangan saya yang penuh lumpur (Tak bisa kalian bayangkan gaya apa saja yang saya lakukan untuk tidak tercebur dalam kubangan lumpur. Dari gaya anjing, gaya Spiderman, sampai free style pun saya lakukan. Dan penuh lumpur adalah sebagian besar efeknya… :D ). Ketiga: Mereka akan terpana melihat penampilan ala agassi  (baca: nona dalam bahasa Korea), lengkap dengan hot pants and my cute hat yang udah ternoda oleh motif-motif lumpur.  Yap, pandangan mata yang ada di film-film. Dari atas-turun ke bawah-sampai naik ke atas lagi. Hahaha… :D

Catwalk in the forest (masih sempet2nya, xixi...)
Kami akhirnya memutuskan untuk berhenti sebentar dan menyusun rencana ulang.  Cece-cece memutuskan kembali ke Tanjung Semut dan menunggu di sana sampai kami kembali. Saya beserta satu teman wanita dan seluruh pria memutuskan tidak akan kalah oleh keadaan. Kami akan meneruskan perjalanan sampai ke Segara Anakan. Maju terus, pantang munduuur! Yihaaaa!!!

Karena barang bawaan yang bejibun tidak memungkinkan kami bergerak secara efektif, maka tiba-tiba kami membuka posko bala bantuan gratis di tengah hutan. Hampir semua botol air mineral dan snack, kami bagi-bagikan gratis pada orang-orang yang berpapasan dengan kami. Sisanya? Kami mengalih profesikan si ibu guide menjadi ibu porter. Hah, maksudnya??? Barang bawaan dititipin ke ibu guide. Tentunya dengan kapasitas yang ibu guide bisa bawa. :D
 
Jika waktu itu kuesioner dibagikan di tengah hutan, pasti rombongan kamilah yang mengisi kuesioner tersebut dengan semangat 45. Melingkari pertanyaan tentang kesulitan medan dan kolom kepayahan dengan nilai tertinggi. Yeah, karena kami benar-benar kepayahan. Sudah nafas ngos-ngosan nyaris putus, ditambah lagi otot berdenyut-dengut karena mantapnya gaya-gaya ekstrem yang kami lakukan. Belum lagi lebam-lebam yang muncul, hasil jatuh dengan sukses. Bagussss! :x

Tak terasa sudah hampir tiga jam kami berjalan. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tiga. Danau itupun belum menunjukkan batang hidungnya (Emang danau punya hidung? *mulai ngaco karena kepayahan). Kami akhirnya bertanya seberapa jauh perjalanan ke arah danau ke salah satu rombongan  yang kembali dari arah danau. “Masih sekitar dua jam lagi, Mbak. Masih jauh…” Jawaban mereka sukses membuat kami shock bin lemas. Apaaaa??? Dua jam lagi????? Yang benar sajaaaa!!!

Waktu itu saya ingin sekali mencekik pembuat blog Pulau Sempu yang sebelumnya kami baca. Yang menginfokan perjalanan hanya satu setengah jam, padahal riilnya lima jam. Yah, saya ulangi lagi. Lima jam! Hahaha, jangan mulai menganggap saya childish, karena itu memang saya dua tahun lalu. Masih ababil. Di kemudian hari saya belajar tentang mencari info secara detil dan tidak percaya seratus persen pada pengetahuan apapun yang kita miliki. Karena tidak ada sesuatu yang mutlak, semuanya bisa berubah tergantung kondisi. Satu kunci saya sekarang ini adalah: “Hope for the best, but prepare for the worst.” :D

Saya dan teman-teman akhirnya memutuskan untuk kembali saja ke Tanjung Semut. Langkah kaki yang awalnya semangat 45 sekarang menjadi gontai. Otot-otot mulai terasa capek dan tidak mau diajak bekerja sama. Di sinilah saya jatuh dua kali, dan dua-duanya mendarat di pantat dengan suksesnya. Bahkan jatuh yang kedua saya malah menggunakan gaya tackling ke ibu guide. Si ibu jatuh duluan dengan saya menindih di atasnya. Hahaha, malu parah waktu itu rasanya…  :x

Saying goodbye with the hard-work :-p

Janji saya pada diri sendiri, “Tunggulah aku Sempu, aku akan menaklukkanmu!” :p
(Kata-kata yang jika saya dengar sekarang, aihhh…keliatan banget ababilnya waktu itu. Haha… :D )

No comments:

Post a Comment