Pulau Sempu, pulau yang sejak tahun 2010 membuat saya
penasaran total. Hohoho, maaf jika bahasa saya mulai lebay, tapi itu juga yang mungkin kalian rasakan ketika sudah membuat rencana perjalanan, melakukannya
daaaannnn…gagal sempurna. Eaaa… :x
Ceritanya berawal pada Mei 2010, saya dan beberapa teman
memutuskan untuk refreshing. Diburu
waktu dan ditekan oleh hasrat ingin berlibur, maka kami sebagai warga Surabaya
yang tidak kreatif (Hmmm, saya mengakui kalau pada waktu itu saya masih cupu,
memang tidak kreatif, dan belum mengerti
banyaknya tempat indah di Indonesia yang menunggu untuk saya santroni. Xixixi…
:p ), kemana lagi liburannya kalau bukan akhirnya ‘nyantol’ di Tretes, Batu,
dan sekitarnya. Yap, akhirnya kami memutuskan berlibur di daerah Malang.
Sabtu sore berangkat, kami langsung cap-cus ke BNS (Batu Night
Spectacular), nongkrong di Payung, dan menginap di kota Malang. Kalau ingat
moment itu, saya jadi ingin
mengucapkan special thank’s buat Ko
Beta dan Oma, yang mau merelakan rumahnya diobrak-abrik oleh segerombolan
pemuda-pemudi tak dikenal ini. Plus merelakan sebagian besar propertynya menjadi bahan objek foto
kami (Hahaha, jadi ingat nasib taman dan gerumbul bunga mawar si Oma.
Tidaaakkk… *menutup mata histeris ala emoticon
YM).
Keesokan paginya, kami langsung meluncur ke Pulau Sempu. Where? Pulau Sempu? Memang ada pulau ya
di daerah Malang? Malang yang terkenal karena dataran tinggi dan tempatnya
dingin itu kan? Mana bisa ada pulau di sana???
Hahaha, saya beri satu rahasia. Saya dulu juga berpikir
demikian… Dan kalau dipikir-pikir sekarang, jujur saya malu. Malu akan
kebodohan dan ketidak-tahuan saya terhadap tanah air sendiri. :x
Buat yang tidak tahu, sekilas akan saya kenalkan tentang pulau satu ini. Pulau Sempu, adalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Saat ini Sempu merupakan kawasan cagar alam yang dilindungi oleh pemerintah. Secara geografis, Pulau Sempu terletak di antara 112° 40′ 45″ - 112° 42′ 45″ bujur timur dan 8° 27′ 24″ - 8° 24′ 54″ lintang selatan (buat GPS user, catettt… :p ). Pulau ini memiliki luas sekitar 877 hektar, berbatasan dengan Selat Sempu (Sendang Biru) dan dikepung Samudera Hindia di sisi selatan, Timur dan Barat.
Menjelang pukul 11 siang, kami sampai di Sendang Biru yang
merupakan tempat tujuan akhir sebelum kita menyeberang ke Pulau Sempu. Setelah
memarkirkan mobil sewaan, kami langsung mengurus perijinan untuk menuju Pulau
Sempu. Hahaha, bapak-bapak yang ada di pos perijinan pada ‘mendelik’ (baca: melotot) melihat kami. Bagaimana tidak lha wong yang meminta ijin adalah
nonik-nonik dan sinyo-sinyo (baca: sebutan untuk anak perempuan dan laki-laki ~ Indo-Chinese Version :-p ) bersandal jepit dan sebagian besar bercelana pendek ala Korean style (Jangan tertawa, saya juga
pernah muda dan mengalami fase itu… :D ). Dengan tampang tak yakin, bapak-bapak
itupun akhirnya melepaskan ijin masuk Pulau Sempu kepada kami, tentu saja
setelah kami merogoh kocek dan memberi sumbangan ke kas Negara (atau kas
sendiri ya? :-p ).
Kami pun menyiapkan diri melakukan perjalanan yang menurut
salah satu website yang kami baca
bisa ditempuh dalam jangka waktu satu setengah jam. Menyiapkan diri di sini
yang saya maksud adalah menyiapkan kantong-kantong makanan kecil kami (kami
merencanakan piknik di danau tengah pulau), mengoleskan sunblock di sekujur tubuh, membawa berbotol-botol air mineral
ukuran besar karena menurut apa yang kami baca, “Di Pulau Sempu tidak terdapat
air tawar”, dan masih banyak lagi persiapan heboh lainnya.
Kami menyewa guide,
seorang ibu paruh baya yang tidak mengenakan alas kaki sama sekali. “Supaya ga lunyu, nak. Maeng bengi ujan deres soale.”, ujar ibu tersebut kepada kami. Kami
mah cuek aja karena tidak
membayangkan seberapa parah medan yang akan kami lalui. Dan ketika kami sampai
dia Tanjung Semut, kami benar-benar langsung i-waow banget. Semua pada sahut-sahutan mengatakan, “Ih…waowww… Koq
lumpur semua gini ya…” Itulah surprise pertama
perjalanan kami… :D
Surprise kedua
langsung menanti kami begitu perjalanan sepuluh langkah masuk ke dalam hutan.
Bukan hanya lumpur identik dengan kotor, tapi lumpur identik dengan licin,
sangat licin. Belum lagi kadang-kadang sandal jepit saya berunjuk rasa, sekali
masuk lumpur langsung nyangkut dan tidak mau ditarik keluar. Haisss…. TT_TT
Lima belas menit perjalanan, cece-cece (baca: sebutan untuk kakak perempuan ~ Indo-Chinese Version) dalam rombongan saya berteriak-teriak minta ampun. Mereka bolak-balik
jatuh gara-gara jebakan lumpur. Celana dan paha yang awalnya mulus pun sudah
mulai tidak karuan warnanya. :-p Bendera
putih pun dikibarkan dengan sisa tenaga, hehehe…
Nah ini juga yang membuat saya tersenyum tiap kali mengingat
peristiwa itu. Saat masuk hutan, kami berpapasan dengan orang-orang yang
melakukan perjalanan balik dari Segara Anakan (nama danau yang rencananya akan
kami kunjungi). Kebanyakan dari mereka adalah kelompok pencinta alam
(terdeteksi dari barang bawaan dan penampilan mereka. *berlagak sok tau), dan
entah kenapa reaksi yang mereka berikan ketika melihat saya selalu sama.
Pertama: Melihat kacamata hitam saya. Kedua: Agak turun ke bawah melihat kedua
tangan saya yang penuh lumpur (Tak bisa kalian bayangkan gaya apa saja yang
saya lakukan untuk tidak tercebur dalam kubangan lumpur. Dari gaya anjing, gaya
Spiderman, sampai free style pun saya lakukan. Dan penuh
lumpur adalah sebagian besar efeknya… :D ). Ketiga: Mereka akan terpana melihat
penampilan ala agassi (baca: nona dalam bahasa Korea), lengkap
dengan hot pants and my cute hat yang
udah ternoda oleh motif-motif lumpur.
Yap, pandangan mata yang ada di film-film. Dari atas-turun ke
bawah-sampai naik ke atas lagi. Hahaha… :D
Catwalk in the forest (masih sempet2nya, xixi...) |
Kami akhirnya memutuskan untuk berhenti sebentar dan
menyusun rencana ulang. Cece-cece memutuskan kembali ke Tanjung
Semut dan menunggu di sana sampai kami kembali. Saya beserta satu teman wanita
dan seluruh pria memutuskan tidak akan kalah oleh keadaan. Kami akan meneruskan
perjalanan sampai ke Segara Anakan. Maju terus, pantang munduuur! Yihaaaa!!!
Karena barang bawaan yang bejibun tidak memungkinkan kami
bergerak secara efektif, maka tiba-tiba kami membuka posko bala bantuan gratis
di tengah hutan. Hampir semua botol air mineral dan snack, kami bagi-bagikan gratis pada orang-orang yang berpapasan
dengan kami. Sisanya? Kami mengalih profesikan si ibu guide menjadi ibu porter.
Hah, maksudnya??? Barang bawaan dititipin ke ibu guide. Tentunya dengan kapasitas yang ibu guide bisa bawa. :D
Jika waktu itu kuesioner dibagikan di tengah hutan, pasti
rombongan kamilah yang mengisi kuesioner tersebut dengan semangat 45.
Melingkari pertanyaan tentang kesulitan medan dan kolom kepayahan dengan nilai
tertinggi. Yeah, karena kami benar-benar kepayahan. Sudah nafas ngos-ngosan
nyaris putus, ditambah lagi otot berdenyut-dengut karena mantapnya gaya-gaya
ekstrem yang kami lakukan. Belum lagi lebam-lebam yang muncul, hasil jatuh
dengan sukses. Bagussss! :x
Tak terasa sudah hampir tiga jam kami berjalan. Waktu sudah
menunjukkan pukul setengah tiga. Danau itupun belum menunjukkan batang hidungnya
(Emang danau punya hidung? *mulai ngaco karena kepayahan). Kami akhirnya bertanya
seberapa jauh perjalanan ke arah danau ke salah satu rombongan yang kembali dari arah danau. “Masih sekitar
dua jam lagi, Mbak. Masih jauh…” Jawaban mereka sukses membuat kami shock bin lemas. Apaaaa??? Dua jam
lagi????? Yang benar sajaaaa!!!
Waktu itu saya ingin sekali mencekik pembuat blog Pulau Sempu yang sebelumnya kami
baca. Yang menginfokan perjalanan hanya satu setengah jam, padahal riilnya lima
jam. Yah, saya ulangi lagi. Lima jam! Hahaha, jangan mulai menganggap saya childish, karena itu memang saya dua
tahun lalu. Masih ababil. Di kemudian hari saya belajar tentang mencari info
secara detil dan tidak percaya seratus persen pada pengetahuan apapun yang kita
miliki. Karena tidak ada sesuatu yang mutlak, semuanya bisa berubah tergantung
kondisi. Satu kunci saya sekarang ini adalah: “Hope for the best, but prepare for the worst.” :D
Saya dan teman-teman akhirnya memutuskan untuk kembali saja
ke Tanjung Semut. Langkah kaki yang awalnya semangat 45 sekarang menjadi
gontai. Otot-otot mulai terasa capek dan tidak mau diajak bekerja sama. Di
sinilah saya jatuh dua kali, dan dua-duanya mendarat di pantat dengan
suksesnya. Bahkan jatuh yang kedua saya malah menggunakan gaya tackling ke ibu guide. Si ibu jatuh duluan dengan saya menindih di atasnya. Hahaha,
malu parah waktu itu rasanya… :x
Saying goodbye with the hard-work :-p |
Janji saya pada diri sendiri, “Tunggulah aku Sempu, aku akan
menaklukkanmu!” :p
(Kata-kata
yang jika saya dengar sekarang, aihhh…keliatan banget ababilnya waktu itu.
Haha… :D )
No comments:
Post a Comment